Aborsi

Standard

Ia akan menggugurkanku.
Jika dilahirkan paksa nantinya, ia bilang aku akan prematur.
Kalian tahu, dalam kondisi itu aku tak normal.
Bahkan mungkin aku takkan mampu bertahan lama di dunia.
Ya, sudah bulat keputusannya, aku akan dihilangkannya.
Selamat tinggal…

Sambil menekan tombol HAPUS, Sang Penulis berbisik halus,
“Jangan khawatir, setelah ini aku akan lebih sering lagi bercinta dengan kata-kata…”

***

#fiksimini

#day127

Pertemuan Kembali

Standard

Melangkah ringan memasuki gerbang depan, melewati lapangan, menyusuri koridor-koridor penuh kenangan. Menatap masa-masa yang lama dirindukan.

Sepuluh tahun, baru kali ini kuinjakkan kembali kaki di tempat dulu menimba ilmu.

“Kamu datang lagi!”

Sebuah suara memekik, menggema di dinding-dinding sepanjang lorong sepi. Hari masih pagi.

Semakin dekat semakin yakin di hadapanku benar-benar wanita itu.

Menghela nafas, andai bisa kupejamkan mata.

Sungguh aku berharap sosok pertama yang menyambutku bukanlah makhluk tak berjasad takkasat mata.

***

#fiksimini

#day24

Satu Sapa

Standard

“Hei! Tara! Datang juga!”

Pria berkemeja biru tua yang lengannya dilipat sampai siku itu tersenyum dan memanggil antusias ke arahku. Tiba-tiba saja.

Aku tersipu. Tuhan Maha Mendengar doa. Satu asa yang tak pernah terwujud selama satu dasawarsa. Pria itu menyapa.

Walau jelas ia salah mengenaliku dengan perempuan yang lainnya.

***

#fiksimini

#day23

Dari Hamba yang Lemah

Standard

Dalam kelemahan hamba selemah-lemahnya, Tuhan ingin tunjukkan atas semua makhluk kekuatan-Nya berkuasa.

Dalam kenikmatan yang didamba setiap kaum hawa, Tuhan karuniakan anugerah pun cobaan ‘tuk dirasa.

Mohon teguhkan hamba yang papa, karena sungguh tak mudah menopang dua nyawa dalam satu raga.

***

#fiksimini

#day22

 

Tentang Tangis

Standard

“Jangan menangisi seseorang yang belum tentu berharga untuk ditangisi, karena seseorang yang benar berhak, ia takkan pernah membuatmu menangis.”

Di antara sekian banyak pepatah bijak, Ia memilih mengingat sebuah kalimat yang dulu pernah ditujukan semasa remaja yang dipenuhi gejolak patah hati karena teman lelaki.

Lamat-lamat Ia resapi walau kebenarannya tak pasti.

Di hadapan putri mungilnya yang meregang nyawa karena menghirup asap yang terlalu pekat, Ia hanya duduk bersimpuh, bergeming, tak merasa cukup menumpahkan air mata.

***

#fiksimini

#day21

Kenangan

Standard

Berhasil terlupakan, ia menolak angkat kaki dari pikiran. Ia masih diam bersembunyi di setiap tikungan yang sewaktu-waktu ‘kan kulewati. Biasanya ku hanya melambai dan tersenyum seraya meliriknya dari kaca spion, tertinggal di belakang. Hari ini, entah mengapa sangat ingin kubuka pintu dan mengangkutnya naik dalam kendaraan.

***

#fiksimini

#day19

 

Sekolah Alam

Standard

“Bu, aku senang sekarang bisa ngerasain yang namanya sekolah alam…” Puti bercerita dengan bangga, “Bisa lihat awan di langit, denger suara burung yang terbang, ngerasain tetesan hujan, dan semilir angin yang meniup dedaunan di pohon…”

Ibu Puti tersenyum, namun hatinya nyeri karena trenyuh bercampur risau. Kapan ya bantuan pemerintah datang untuk memperbaiki atap kelas yang ambruk diterjang badai…?

***

#fiksimini

#day118

Dua Wajah

Standard

Pak Toni yang hobi pakai topi baru saja dapat promosi jadi pimpinan sebuah instansi.

Tapi aneh, baru dua belas hari menjabat pegawainya demo minta beliau mangkat.

Ternyata, usut punya usut, di balik topinya Pak Toni punya dua wajah. Yang satu menghadap depan yang satu hadap belakang.

Bawahannya bilang, “Susah kami kalau mau nyuri sembunyi-sembunyi!”

***

#fiksimini

#day117

 

Murid dan Guru

Standard

Seorang siswa mengadu kepada bapaknya, tadi siang ia dihukum dan dimarahi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia karena kelupaan mengerjakan tugas.

Karena sayang anak semata wayang, bapak siswa itu datang ke sekolah untuk memarahi balik guru yang dimaksud.

“Yang mana guru yang menghukummu?” tanya bapak siswa tadi sambil penuh emosi.

Dipikirnya pak guru, ternyata sang anak menunjuk seorang ibu yang tengah memandang balik dengan tajam.

Antara rindu dan malu, bapak siswa itu menunduk dan berbisik kepada anaknya, “Sudah, Nak, turuti saja kata Ibumu!”

***

#fiksimini

#day16